Tentang malam dan manusia-manusia yang berbincang denganku sehabis hujan reda.

2 September 2016, langkah kaki semakin cepat … cepat … tidak melambat pun waktu. Setelah mengamini doa, memohon ampun, dan ditutup dengan hamdalah. Barisan depan, kiri, kanan, dan belakang seakan ingin bergegas pergi, kemanapun. Entahlah, siapapun itu. Aku mengulang doa-doa itu, mengamini doaku sendiri, memohon ampun untukku, dan ditutup dengan hamdalah

3 September 2016, langkah kaki semakin cepat … semuanya beriringan, sesekali mereka berhenti untuk berpelukan. Sudah hampir tengah hari, banyak yang berlari meski sesekali berhenti untuk berpelukan

Sungkem,
“Gusti iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan” (Tuhan itu dekat meski tubuh kita tidak dapat menyentuhnya dan akal kita menjangkaunya)

Soemartini Binti Madja
Lahir: 21 Juni 1926
Wafat 3 September 2016

Mana katanya mahasiswa, ketemu sama yang belum mandi aja sinis banget
Mana katanya mahasiswa, ngeliat yang lagi ngelem kok rasanya jijik amat
Mana katanya mahasiswa, ngeliat celana bolong dari mata kaki ke paha ngeri betul
Mana katanya mahasiswa, denger yang ngaku gak bakal panjang tangan kalau di kasih seribu dua ribu malah minggir
Mana katanya mahasiswa, denger yang bilang kalau ngasih seribu dua ribu gak bakal bikin lo pada miskin malah melengos

Tapi gapapa sih. Ini ceritanya waktu zaman mahasiswa ngeliat temen-temen, yang bukan temen suka sinis sama mereka-mereka yang padahal sejenis.
Manusia.

Urutan siapa yang mati lebih dulu
tak satu orangpun tahu.
Dia datang
pertanda baik
Setiap hari kami ada di depan layar kaca
menatapnya dingin
kadang-kadang suka ketiduran.
Matahari sudah bosan,
ini pertanda baik.
Aku ingin mengeluh,
berkali-kali, setiap hari
berulang kali.
dan kenapa aku lebih suka melamun
belakangan ini.
Membayangakan mereka perlahan mati
di antrean pusat perbelanjaan
Membayangan mereka berebut sampan
air meninggi di lantai dansa
Siapa yang suka meracau dari malam
sampai dini hari?

Orang-orang masih sibuk bermain handphone
Dunia masih berputar,
bagi yang percaya bumi itu bulat, tidak datar.

Film pendek yang romantis
semut-semut yang bersembunyi di balik pot kecil
berebut hal-hal manis

Kaki dan bapak tua
sepanjang Jakarta.
yang berjalan,
perlahan-lahan

Orang-orang masih sibuk bermain handphone.

Segalanya berputar-putar.

Mengapa perayaan-perayaan selalu ada dalam masehi?
Aku benci segala berlebihan
perayaan hari lahir,
perayaan tahun baru,
terompet, kembang api, hingar bingar, sorakan, sudahlah.
Esok juga sama saja. Masih ada yang makan nasi basi, tidur di emperan peron.

Apapun itu
sekarang aku menjalani hidup yang lain
seperti, Senin sampai Jumat bekerja di dalam ruang kaca tanpa ada pepohonan di dalamnya.
Malam aku menakar biji-biji kopi
Membaca sampai bebal,
melihat wanita-wanita memakai baju sempit dalam layar telepon genggam
Menghitung pendapatan - pengeluaran
Membuat pusing kepala dengan pertanyaan-pertanyaan
Apa aku masih punya impian?